Oleh:
Richa
Angkita Mulyawisdawati - Ekonomi Islam Pascasarjana UGM
A.
Pendahuluan
Untuk mengaplikasikan hukum syari’ah
yang sesungguhnya, memang perlu diadakan suatu tindakan yang nyata terutama
pada sektor riil agar masyarakat segera sadar akan pentingnya kehidupan yang
sesuai dengan Al-Qur’an dan Al-Hadits. Karena akan lebih membawa manusia pada
keselamatan dunia dan akhirat sehingga selalu mendapatkan keridhoanNya dan
berkahNya. Salah satu gerakan nyata dalam mewujudkan hal tersebut adalah
pelaksanaan pasar Islam dengan konsep yang sesungguhnya. Meskipun pelaksanaan
pasar Islam ini masih begitu minim, namun patut kita syukuri telah ada usaha
dalam mencapai kehidupan yang islami.
Sehingga muncul dalam benak kita,
sebenarnya bagaimanakan konsep pasar yang Islami itu? Apakah hanya
mempergunakan alat-alat tukar yang islami seperti halnya penggunaan uang Dinar
atau Dirham. Ataukah terdapat mekanisme-mekanisme pasar yang khusus diluar dari
mekanisme pasar yang telah kita ketahui selama ini? Untuk itu, dalam makalah
ini penulis ingin menjabarkan tentang pasar islam beserta konsep
pelaksanaannya.
B.
Pembahasan
Sebelum
kita membahas lebih lanjut tentang pasar Islam dan konsepnya, maka lebih dahulu
kita ketahui karakteristik pasar Islam. Adapun karakteristiknya adalah sebagai
berikut;
o Pedagang diwajibkan memahami hukum riba
dan fiqih dagang
(Khalifah
Umar bin Khattab ra mengusir pedagang yang tidak memahami riba dan fiqih dagang
dari pasar)
o Pasar serupa dengan masjid, siapa yang
datang lebih dulu maka bisa menempati posisi tempat yang diinginkan
(Rasul SAW bersabda: pasar mengikuti sunnah
masjid: siapa dapat tempat duluan berhak duduk sampai dia bediri dan kembali ke
rumah atau menyelesaikan perdagangannya (Al Hindi, Kanz al Ummal, V 488 no
2688)
o Pasar adalah sedekah bagi kaum muslimin,
makanya pasar Islam dibangun di atas tanah wakaf.
(Ibrahim
ibnu Mundhir al Hizami meriwayatkan dari Abdullah ibn Ja’far bahwa Muhamad ibn
Abdullah ibn Hasan mengatakan, “Rasul SAW memberi kaum Muslimin pasar sebagai
sedekah” (Saba K, Tarikh Al Madinah Al Munawarah, 304)
o Tidak ada penarikan uang sewa
(Ibnu
Zabala meriwayatkan dari Khalid ibnu Ilyas al Adawi, “Surat Umar ibnu Abdul
Azis dibacakan kepada kami di Madinah, yang menyatakan bahwa pasar adalah
sedekah dan tidak boleh ada sewa (kira) kepada siapa pun”. ( As-Samhudi, Wafa
al Wafa,749)
o Tidak ada penarikan pajak
(Ibrahim
al Mundhir meriwayatkan dari Ishaq ibn Ja’far ibn Muhamad dari Abdullah ibn Ja’far
ibn al Miswat, dari Syuraih ibn Abdullah ibn Abi Namir bahwa Ata ibn Yasar
mengatakan, “Ketika Rasul SAW ingin membuat sebuah pasar di Madinah, beliau
pergi ke pasar Bani Qainuqa dan kemudian mendatangi pasar Madinah, menjejakkan
kaki ke tanah dan bersabda, ‘Inilah pasar kalian. Jangan membiarkannya
berkurang (la yudayyaq) dan jangan biarkan pajak apa pun (kharaj) dikenakan’”
(Ibnu Saba K Tarikh Al Madinah Al Munawarah, 304)
o Tidak ada pesan dan klaim tempat
(Ibnu
Zabala meriwayatkan dari Hatim ibn Ismail bahwa Habib mengatakan bahwa Umar Ibn
Khattab (pernah) melewati Gerbang Ma’mar di pasar dan (melihat) sebuah kendi di
dekat gerbang dan dia perintahkan untuk mengambilnya Umar melarang orang
meletakkan batu pada tempat tertentu atau membuat klaim atasnya. (As-Samhudi,
Wafa al Wafa,749)
o Adanya Muhtasib yang bertugas mengawasi
pasar agar tidak terjadi kegiatan muamalah yang melanggar syar’i seperti
berdusta dan sumpah palsu dalam menawarkan dagangan, barang-barang haram,
penipuan, penimbunan barang, manipulasi harga dan lain-lain.
(Khalifah
Umar bin Khattab ra berkeliling sendiri di pasar-pasar untuk mengawasi
transaksi di dalamnya.
Perbedaannya dengan pasar konvensional
Karakteristik
pasar konvensional, antara lain;
o Pedagang tidak diwajibkan untuk memahami
hukum riba dan fiqih dagang.
o Pasar tidak serupa dengan masjid
o Ada kepemilikan pribadi
o Ada penarikan uang sewa
o Ada penarikan pajak
o Ada pesan dan klaim tempat
o Tidak adanya Muhtasib
Adapun mekanisme pasar
konvensional, akan kita jumpai disana banyak interaksi bisnis maupun jual beli
dengan paradigm kapitalisme, seperti halnya;
a
Mengeruk
untung sebanyak mungkin dengan modal seminim mungkin.
a
Menghalalkan
segala cara (Machiaveli ekonomi)
a
Tak
ada barang halal atau haram. Semuanya dianggap baik jika memberi keuntungan.
a
Riba
menjadi ruh bisnis.
a
Mata
uang kertas (fiat money) menjadi tolok ukur harga, yang bisa dimainkan oleh
para penguasa ekonomi.
a
Dan
yang lebih berbahaya; keuntungannya digunakan untuk menyumbat jalan Allah.
Mekanisme Pasar Islam
Setelah kita mengetahui tentang karakteristik pasar Islam, dengan mudah
kita juga bisa menerka mekanisme pasar Islam itu sendiri. Meski beberapa orang
akan menduga bahwa pelaksanaan pasar Islam ini akan terbentur oleh beberapa
kesulitan, disebabkan oleh mungkin salah satunya adalah pemberlakuan alat tukar
berupa dirham, dinar, fulush. Karena memang akan lebih sulit dalam
memecahkannya. Namun, apabila kita lihat faktanya, seperti yang telah
terlaksana di Masjid Salman ITB pada tanggal 31 Juli 2009 yang lalu, pasar
Islam dapat terlaksana dengan baik dan mendapatkan omzet sekitar 3 juta, Dan
itu termasuk jumlah yang cukup lumayan untuk kategori pasar asing dalam satu
hari, apalagi hanya 45 pedagang. Meskipun harus selalu ditanamkan pada benak
para penjual bahwa tujuan dalam berdagang di pasar Islam itu bukanlah omzet
tetapi dakwah, menghindari riba dan menghidupkan sunnah yang telah mati. Adapun
mekanismenya sebagai berikut;
o
Alat tukar yang sah digunakan berupa Dinar, Dirham, dan Fulus. Dinar adalah
mata uang emas 22 karat berat 4,25 grm;
Dirham adalah mata uang perak murni
2,975 grm; Fulus (sementara sebelum mampu mencetak sendiri) adalah pecahan koin Rp500.
o
Pedagang boleh memilih sendiri tempat dagangnya sesuai urutan kedatangan ke
tempat pasar. Jadi tidak ada istilah booking tempat. Tempat tidak dipungut
biaya apapun.
o
Barang dagangan yang dijual harus sesuai syar’i, metode penawaran pun tidak
boleh menyalahi sunnah.
o
Terdapat muhtasib (pemimpin pasar) yang akan mengawasi jalannya
aktivitas pasar termasuk yang akan memberikan teguran kepada pedagang bila
aturan2 pasar Islam dilanggar.
o
Wakala menyediakan tempat penukaran Dinar, Dirham, dan Fulus.
o Uang kertas
tidak diterima sebagai alat pembayaran
Keterangan selanjutnya mengenai pasar islam, penulis ingin memaparkan sedikit mengenai konsep penentuan harga pasar.
Dalam
konsep ekonomi Islam penentuan harga dilakukan oleh kekuatan-kekuatan pasar,
yaitu kekuatan permintaan dan kekuatan penawaran. Dalam konsep Islam, pertemuan
permintaan dengan penawaran tersebut haruslah terjadi secara rela sama rela,
tidak ada pihak yang merasa terpaksa untuk melakukan transaksi pada tingkat
harga tersebut. Seperti firman Allah SWT berikut ini;
Allah
berfirman,”Hai orang-orang yang beriman,
janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang bathil, kecuali
dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu. Dan
janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah Maha Penyayang kepadamu”
(Q.S 4:29)
Keadaan
rela sama rela merupakan kebalikan dari keadan aniaya, yaitu keadaan di mana
salah satu pihak senang di atas kesedihan pihak lain. Dalam hal harga, para
ahli fiqh merumuskannya sebagai the price
of the equivalent (tsaman al-mitsl).
Konsep the price of equivalent ini
mempunyai implikasi penting dalam ilmu ekonomi, yaitu keadaan pasar yang
kompetitif.
Maka
sehubungan dengan pasar yang kompetitif ini, dikenal pasar monopoly, duopoly,
oligopoly. Dalam konsep Islam, pasar-pasar tersebut dalam artian hanya ada satu
penjual, dua penjual, atau beberapa penjual yang mana tidak dilarang
keberadaannya, selama mereka tidak mengambil keuntungan diatas keuntungan
normal. Ini merupakan konsekuensi dari konsep the price of equivalent. Produsen yang beroperasi dengan positif profit
akan mengundang produsen lain untuk masuk ke dalam bisnis tersebut, sehingga
kurva supply bergeser ke kanan, jumlah output yang ditawarkan bertambah, dan
harga akan turun. Produsen baru akan terus memasuki bisnis tersebut sampai
dengan harga turun sedemikian sehingga economic profit nihil. Pada keadaan ini, produsen yang telah
ada di pasar tidak mempunyai insentif untuk keluar dari pasar, dan produsen
yang belum masuk pasar tidak mempunyai insentif untuk masuk ke pasar.
Islam
mengatur agar persaingan di pasar dilakukan dengan adil. Setiap bentuk yang
dapat menimbulkan ketidak adilan dilarang. Adapun contoh hal-hal yang dilarang
antara lain; (Adiwarman; 2008; hal. 141)
a. Talaqqi Rukban dilarang, sebab pedagang yang
menyongsong di pinggir kota mendapat keuntungan dari ketidaktahuan penjual dari
kampung akan harga yang berlaku di kota. Mencegah masuknya pedagang desa ke
kota ini (entry barrier) akan menimbulkan pasar yang tidak kompetitif.
b. Mengurangi timbangan dilarang sebab
barang yang dijual dengan harga yang sama untuk jumlah yang lebih sedikit.
c. Menyembunyikan barang cacat dilarang,
sebab penjual mendapatkan harga yang
baik untuk kualitas yang buruk.
d. Menukar kurma kering dengan kurma basah
juga dilarang, karena takaran kurma basah ketika kering bisa jadi tidak sama
dengan kurma kering yang ditukar.
e. Menukar satu akar kurma kualitas bagus,
dengan dua takar kurma kualitas sedang dilarang, karena setiap kualitas kurma
mempunyai harga pasarnya. Dalam hal ini, Rosulullah telah menyuruh menjual
kurma yang satu, kemudian membeli kurma yang lain dengan uang.
f. Transaksi Najasy juga dilarang karena si
penjual menyuruh orang lain memuji barangnya atau menawar dengan harga tinggi
agar orang lain tertarik.
g. Ikhtikar dilarang, dimana mengambil
keuntungan diatas keuntungan normal dengan menjual lebih sedikit barang untuk
harga yang lebih tinggi.
h. Ghaban faa-hisy (besar) dilarang, yaitu
dimana menjual di atas harga pasar. Adapun yang dimaksud dengan ‘ghaban’ disini
adalah selisih antara harga yang disepakati penjual dan pembeli dengan harga
pasar akibat ketidaktahuan pembeli akan harga. Ghaban kecil diperbolehkan,
sedangkan ghaban besar dilarang.
Dinar sebagai salah satu alat tukar dalam pasar
Islam
Hadirnya
mata uang berbasis emas di Indonesia bukan lagi sekedar angan, walau masih jauh
panggang dari api setidaknya diskursus mengenai penggunaan mata uang dinar
kembali mencuat di tengah ancaman inflasi yang mengkhawatirkan.
Diyakini
dinar dapat menjadi alternatif mata uang Indonesia setelah sekian lama rupiah
tidak mampu berkutik menghadapi hantaman krisis moneter. Berikut terdapat
beberapa alasan mengapa dinar dipergunakan sebagai alat pembayaran atas suatu
barang di pasar Islam, antara lain;
Pertama,
dinar adalah mata uang yang stabil. Sejarah membuktikan, sejak zaman Rasulullah
dinar terbukti menjadi mata uang yang paling stabil dibanding dengan mata uang manapun.
Dinar tidak mengalami inflasi yang begitu besar.
Kedua,
dinar tidak bisa digunakan untuk
spekulasi. Dinar tidak bisa dimainkan sebagai komoditas yang bisa
diperdagangkan. Celah memperdagangkannya memang masih ada. Akan tetapi
ketiadaan margin dari transaksinya membuat keengganan para spekulan di manapun. Hal ini karena sebagai mata uang
dinar memiliki nilai intrinsik sesuai dengan beratnya masing-masing 4,25 gram
emas 22 karat dan 3 gram perak murni.
Ketiga,
pendayagunaan dinar-dirham secara
fantastik praktis akan mengurangi ketergantungan tunggal terhadap dolar AS.
Makna reflektifnya, akan semakin kecil kemungkinan Negara pengguna dinar setiap
saat digoyang oleh hegemoni dolar dan para fund manager yang sejauh ini terus
melakukan spekulasi secara destruktif untuk kepentingannya sendiri.
Keempat,
dinar tidak perlu menggunakan alat hedging seperti halnya fiat money yang harus
melakukannya untuk melindungi diri dari perubahan kurs. Ini karena dinar
memiliki nilai intrinsik yang otomatis menjadi pelindung bagi dirinya sendiri.
(Aam Slamet; 2009; hal. 7)
C.
Kesimpulan
Pasar
Islam merupakan suatu pasar yang didalamnya terdapat para penjual yang
memperdagangkan mayoritas hasil produksi umat Islam yang merupakan hasil industry
kecil dengan akad yang syar’i sesuai dengan ajaran Al-Qur’an dan Sunnah, begitu
transparan dengan mencantumkan harga jual, harga dasar dan jumlah keuntungan.
Adapun
tujuan didirikannya pasar Islam adalah untuk menghidupkan Ekonomi Islam secara
riil, yang terbebas dari barang haram, transaksi riba, kecurangan dalam
penjualan. Selain dari pada itu bukan untuk mencari keuntungan atau omzet
penjualan yang tinggi, melainkan untuk dakwah, menghidari riba, dan juga untuk
menghidupkan sunnah yang telah mati.
Karena
semua barang dagangan dihargakan dalam dinar, dirham dan fulus sehingga
terhindar dari inflasi. Maka Pasar Islam harusnya bisa menjadi solusi bagi kaum
muslimin terhadap permasalan pasar yang terjadi sekarang ini. Kemudian setelah
kita membandingkannya dengan konsep dan mekanisme pasar konvensional, maka kaum
muslimin harus bangkit untuk melawan ekonomi kapitalis, dengan mengembalikan
segala kegiatan bisnis kita kepada syariat Islam.
Memang
benar bahwa dalam menerapkan pasar Islam sesungguhnya memerlukan usaha yang
maksimal, walaupun dinilai tidak mudah dalam mengaplikasikannya sebab akan terbentur
oleh beberapa kesulitan didalamnya. Akan tetapi apabila tidak dimulai dengan
sedikit-sedikit, maka pasar Islam cenderung tidak akan terlaksana sama sekali.
Dan hal ini akan sangat disayangkan, sebab dari mulai pasar lah, aplikasi
ekonomi Islam akan berkembang di Negara kita ini. Karena memang segala
perubahan itu harus segera dilaksanakan mulai dari hal yang terkecil dan mulai
dari sekarang. Agar selalu mendapat berkah dari Allah SWT guna menciptakan
kemaslahatan umat Islam pada umumnya.
Daftar Pustaka
Karim,
Adiwarman, Ekonomi Mikro Islami,
Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 2008
Manan, M. Abdul, Teori dan Praktek Ekonomi Islam,
Yogyakarta, PT. Dana Bhakti Prima Yasa, 1997
Rusydiana Aam
Slamet, dkk, Ekonomi Islam Substantif,
Bogor, Gaung Persada Press, 2009
http://elhakimi.wordpress.com/2009/12/25/pasar-islam-salman-itb-2/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar