Jumat, 28 September 2012

KONSEP PASAR ISLAM


Oleh:
Richa Angkita Mulyawisdawati -  Ekonomi Islam Pascasarjana UGM

A. Pendahuluan
             Untuk mengaplikasikan hukum syari’ah yang sesungguhnya, memang perlu diadakan suatu tindakan yang nyata terutama pada sektor riil agar masyarakat segera sadar akan pentingnya kehidupan yang sesuai dengan Al-Qur’an dan Al-Hadits. Karena akan lebih membawa manusia pada keselamatan dunia dan akhirat sehingga selalu mendapatkan keridhoanNya dan berkahNya. Salah satu gerakan nyata dalam mewujudkan hal tersebut adalah pelaksanaan pasar Islam dengan konsep yang sesungguhnya. Meskipun pelaksanaan pasar Islam ini masih begitu minim, namun patut kita syukuri telah ada usaha dalam mencapai kehidupan yang islami.
             Sehingga muncul dalam benak kita, sebenarnya bagaimanakan konsep pasar yang Islami itu? Apakah hanya mempergunakan alat-alat tukar yang islami seperti halnya penggunaan uang Dinar atau Dirham. Ataukah terdapat mekanisme-mekanisme pasar yang khusus diluar dari mekanisme pasar yang telah kita ketahui selama ini? Untuk itu, dalam makalah ini penulis ingin menjabarkan tentang pasar islam beserta konsep pelaksanaannya.

B. Pembahasan
              Sebelum kita membahas lebih lanjut tentang pasar Islam dan konsepnya, maka lebih dahulu kita ketahui karakteristik pasar Islam. Adapun karakteristiknya adalah sebagai berikut;
o  Pedagang diwajibkan memahami hukum riba dan fiqih dagang
(Khalifah Umar bin Khattab ra mengusir pedagang yang tidak memahami riba dan fiqih dagang dari pasar)
o  Pasar serupa dengan masjid, siapa yang datang lebih dulu maka bisa menempati posisi tempat yang diinginkan
 (Rasul SAW bersabda: pasar mengikuti sunnah masjid: siapa dapat tempat duluan berhak duduk sampai dia bediri dan kembali ke rumah atau menyelesaikan perdagangannya (Al Hindi, Kanz al Ummal, V 488 no 2688)
o  Pasar adalah sedekah bagi kaum muslimin, makanya pasar Islam dibangun di atas tanah wakaf.
(Ibrahim ibnu Mundhir al Hizami meriwayatkan dari Abdullah ibn Ja’far bahwa Muhamad ibn Abdullah ibn Hasan mengatakan, “Rasul SAW memberi kaum Muslimin pasar sebagai sedekah” (Saba K, Tarikh Al Madinah Al Munawarah, 304)
o  Tidak ada penarikan uang sewa
(Ibnu Zabala meriwayatkan dari Khalid ibnu Ilyas al Adawi, “Surat Umar ibnu Abdul Azis dibacakan kepada kami di Madinah, yang menyatakan bahwa pasar adalah sedekah dan tidak boleh ada sewa (kira) kepada siapa pun”. ( As-Samhudi, Wafa al Wafa,749)
o  Tidak ada penarikan pajak
(Ibrahim al Mundhir meriwayatkan dari Ishaq ibn Ja’far ibn Muhamad dari Abdullah ibn Ja’far ibn al Miswat, dari Syuraih ibn Abdullah ibn Abi Namir bahwa Ata ibn Yasar mengatakan, “Ketika Rasul SAW ingin membuat sebuah pasar di Madinah, beliau pergi ke pasar Bani Qainuqa dan kemudian mendatangi pasar Madinah, menjejakkan kaki ke tanah dan bersabda, ‘Inilah pasar kalian. Jangan membiarkannya berkurang (la yudayyaq) dan jangan biarkan pajak apa pun (kharaj) dikenakan’” (Ibnu Saba K Tarikh Al Madinah Al Munawarah, 304)
o  Tidak ada pesan dan klaim tempat
(Ibnu Zabala meriwayatkan dari Hatim ibn Ismail bahwa Habib mengatakan bahwa Umar Ibn Khattab (pernah) melewati Gerbang Ma’mar di pasar dan (melihat) sebuah kendi di dekat gerbang dan dia perintahkan untuk mengambilnya Umar melarang orang meletakkan batu pada tempat tertentu atau membuat klaim atasnya. (As-Samhudi, Wafa al Wafa,749)
o  Adanya Muhtasib yang bertugas mengawasi pasar agar tidak terjadi kegiatan muamalah yang melanggar syar’i seperti berdusta dan sumpah palsu dalam menawarkan dagangan, barang-barang haram, penipuan, penimbunan barang, manipulasi harga dan lain-lain.
(Khalifah Umar bin Khattab ra berkeliling sendiri di pasar-pasar untuk mengawasi transaksi di dalamnya.

Perbedaannya dengan pasar konvensional
        Karakteristik pasar konvensional, antara lain;
o  Pedagang tidak diwajibkan untuk memahami hukum riba dan fiqih dagang.
o  Pasar tidak serupa dengan masjid
o  Ada kepemilikan pribadi
o  Ada penarikan uang sewa
o  Ada penarikan pajak
o  Ada pesan dan klaim tempat
o  Tidak adanya Muhtasib
            Adapun mekanisme pasar konvensional, akan kita jumpai disana banyak interaksi bisnis maupun jual beli dengan paradigm kapitalisme, seperti halnya;
a  Mengeruk untung sebanyak mungkin dengan modal seminim mungkin.
a  Menghalalkan segala cara (Machiaveli ekonomi)
a  Tak ada barang halal atau haram. Semuanya dianggap baik jika memberi keuntungan.
a  Riba menjadi ruh bisnis.
a  Mata uang kertas (fiat money) menjadi tolok ukur harga, yang bisa dimainkan oleh para penguasa ekonomi.
a  Dan yang lebih berbahaya; keuntungannya digunakan untuk menyumbat jalan Allah.

Mekanisme Pasar Islam
        Setelah kita mengetahui tentang karakteristik pasar Islam, dengan mudah kita juga bisa menerka mekanisme pasar Islam itu sendiri. Meski beberapa orang akan menduga bahwa pelaksanaan pasar Islam ini akan terbentur oleh beberapa kesulitan, disebabkan oleh mungkin salah satunya adalah pemberlakuan alat tukar berupa dirham, dinar, fulush. Karena memang akan lebih sulit dalam memecahkannya. Namun, apabila kita lihat faktanya, seperti yang telah terlaksana di Masjid Salman ITB pada tanggal 31 Juli 2009 yang lalu, pasar Islam dapat terlaksana dengan baik dan mendapatkan omzet sekitar 3 juta, Dan itu termasuk jumlah yang cukup lumayan untuk kategori pasar asing dalam satu hari, apalagi hanya 45 pedagang. Meskipun harus selalu ditanamkan pada benak para penjual bahwa tujuan dalam berdagang di pasar Islam itu bukanlah omzet tetapi dakwah, menghindari riba dan menghidupkan sunnah yang telah mati. Adapun mekanismenya sebagai berikut;
o   Alat tukar yang sah digunakan berupa Dinar, Dirham, dan Fulus. Dinar adalah mata uang emas 22 karat berat 4,25 grm; Dirham adalah mata uang perak murni 2,975 grm; Fulus (sementara sebelum mampu mencetak sendiri) adalah pecahan koin Rp500.
o   Pedagang boleh memilih sendiri tempat dagangnya sesuai urutan kedatangan ke tempat pasar. Jadi tidak ada istilah booking tempat. Tempat tidak dipungut biaya apapun.
o   Barang dagangan yang dijual harus sesuai syar’i, metode penawaran pun tidak boleh menyalahi sunnah.
o   Terdapat muhtasib (pemimpin pasar) yang akan mengawasi jalannya aktivitas pasar termasuk yang akan memberikan teguran kepada pedagang bila aturan2 pasar Islam dilanggar.
o   Wakala menyediakan tempat penukaran Dinar, Dirham, dan Fulus.
o   Uang kertas tidak diterima sebagai alat pembayaran

Keterangan selanjutnya mengenai pasar islam, penulis ingin memaparkan sedikit mengenai konsep penentuan harga pasar.
Dalam konsep ekonomi Islam penentuan harga dilakukan oleh kekuatan-kekuatan pasar, yaitu kekuatan permintaan dan kekuatan penawaran. Dalam konsep Islam, pertemuan permintaan dengan penawaran tersebut haruslah terjadi secara rela sama rela, tidak ada pihak yang merasa terpaksa untuk melakukan transaksi pada tingkat harga tersebut. Seperti firman Allah SWT berikut ini;
Allah berfirman,”Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah Maha Penyayang kepadamu” (Q.S 4:29)
Keadaan rela sama rela merupakan kebalikan dari keadan aniaya, yaitu keadaan di mana salah satu pihak senang di atas kesedihan pihak lain. Dalam hal harga, para ahli fiqh merumuskannya sebagai the price of the equivalent (tsaman al-mitsl). Konsep the price of equivalent ini mempunyai implikasi penting dalam ilmu ekonomi, yaitu keadaan pasar yang kompetitif.
Maka sehubungan dengan pasar yang kompetitif ini, dikenal pasar monopoly, duopoly, oligopoly. Dalam konsep Islam, pasar-pasar tersebut dalam artian hanya ada satu penjual, dua penjual, atau beberapa penjual yang mana tidak dilarang keberadaannya, selama mereka tidak mengambil keuntungan diatas keuntungan normal. Ini merupakan konsekuensi dari konsep the price of equivalent. Produsen yang beroperasi dengan positif profit akan mengundang produsen lain untuk masuk ke dalam bisnis tersebut, sehingga kurva supply bergeser ke kanan, jumlah output yang ditawarkan bertambah, dan harga akan turun. Produsen baru akan terus memasuki bisnis tersebut sampai dengan harga turun sedemikian sehingga economic profit  nihil. Pada keadaan ini, produsen yang telah ada di pasar tidak mempunyai insentif untuk keluar dari pasar, dan produsen yang belum masuk pasar tidak mempunyai insentif untuk masuk ke pasar.
Islam mengatur agar persaingan di pasar dilakukan dengan adil. Setiap bentuk yang dapat menimbulkan ketidak adilan dilarang. Adapun contoh hal-hal yang dilarang antara lain; (Adiwarman; 2008; hal. 141)
a.    Talaqqi  Rukban dilarang, sebab pedagang yang menyongsong di pinggir kota mendapat keuntungan dari ketidaktahuan penjual dari kampung akan harga yang berlaku di kota. Mencegah masuknya pedagang desa ke kota ini (entry barrier) akan menimbulkan pasar yang tidak kompetitif.
b.   Mengurangi timbangan dilarang sebab barang yang dijual dengan harga yang sama untuk jumlah yang lebih sedikit.
c.    Menyembunyikan barang cacat dilarang, sebab  penjual mendapatkan harga yang baik untuk kualitas yang buruk.
d.   Menukar kurma kering dengan kurma basah juga dilarang, karena takaran kurma basah ketika kering bisa jadi tidak sama dengan kurma kering yang ditukar.
e.    Menukar satu akar kurma kualitas bagus, dengan dua takar kurma kualitas sedang dilarang, karena setiap kualitas kurma mempunyai harga pasarnya. Dalam hal ini, Rosulullah telah menyuruh menjual kurma yang satu, kemudian membeli kurma yang lain dengan uang.
f.    Transaksi Najasy juga dilarang karena si penjual menyuruh orang lain memuji barangnya atau menawar dengan harga tinggi agar orang lain tertarik.
g.   Ikhtikar dilarang, dimana mengambil keuntungan diatas keuntungan normal dengan menjual lebih sedikit barang untuk harga yang lebih tinggi.
h.   Ghaban faa-hisy (besar) dilarang, yaitu dimana menjual di atas harga pasar. Adapun yang dimaksud dengan ‘ghaban’ disini adalah selisih antara harga yang disepakati penjual dan pembeli dengan harga pasar akibat ketidaktahuan pembeli akan harga. Ghaban kecil diperbolehkan, sedangkan ghaban besar dilarang.
  
Dinar sebagai salah satu alat tukar dalam pasar Islam
        Hadirnya mata uang berbasis emas di Indonesia bukan lagi sekedar angan, walau masih jauh panggang dari api setidaknya diskursus mengenai penggunaan mata uang dinar kembali mencuat di tengah ancaman inflasi yang mengkhawatirkan.
        Diyakini dinar dapat menjadi alternatif mata uang Indonesia setelah sekian lama rupiah tidak mampu berkutik menghadapi hantaman krisis moneter. Berikut terdapat beberapa alasan mengapa dinar dipergunakan sebagai alat pembayaran atas suatu barang di pasar Islam, antara lain;
Pertama, dinar adalah mata uang yang stabil. Sejarah membuktikan, sejak zaman Rasulullah dinar terbukti menjadi mata uang yang paling stabil dibanding dengan mata uang manapun. Dinar tidak mengalami inflasi yang begitu besar.
Kedua, dinar tidak bisa digunakan untuk spekulasi. Dinar tidak bisa dimainkan sebagai komoditas yang bisa diperdagangkan. Celah memperdagangkannya memang masih ada. Akan tetapi ketiadaan margin dari transaksinya membuat keengganan para spekulan di  manapun. Hal ini karena sebagai mata uang dinar memiliki nilai intrinsik sesuai dengan beratnya masing-masing 4,25 gram emas 22 karat dan 3 gram perak murni.
Ketiga, pendayagunaan dinar-dirham secara fantastik praktis akan mengurangi ketergantungan tunggal terhadap dolar AS. Makna reflektifnya, akan semakin kecil kemungkinan Negara pengguna dinar setiap saat digoyang oleh hegemoni dolar dan para fund manager yang sejauh ini terus melakukan spekulasi secara destruktif untuk kepentingannya sendiri.
Keempat, dinar tidak perlu menggunakan alat hedging seperti halnya fiat money yang harus melakukannya untuk melindungi diri dari perubahan kurs. Ini karena dinar memiliki nilai intrinsik yang otomatis menjadi pelindung bagi dirinya sendiri. (Aam Slamet; 2009; hal. 7)   

C. Kesimpulan
        Pasar Islam merupakan suatu pasar yang didalamnya terdapat para penjual yang memperdagangkan mayoritas hasil produksi umat Islam yang merupakan hasil industry kecil dengan akad yang syar’i sesuai dengan ajaran Al-Qur’an dan Sunnah, begitu transparan dengan mencantumkan harga jual, harga dasar dan jumlah keuntungan.
        Adapun tujuan didirikannya pasar Islam adalah untuk menghidupkan Ekonomi Islam secara riil, yang terbebas dari barang haram, transaksi riba, kecurangan dalam penjualan. Selain dari pada itu bukan untuk mencari keuntungan atau omzet penjualan yang tinggi, melainkan untuk dakwah, menghidari riba, dan juga untuk menghidupkan sunnah yang telah mati.
        Karena semua barang dagangan dihargakan dalam dinar, dirham dan fulus sehingga terhindar dari inflasi. Maka Pasar Islam harusnya bisa menjadi solusi bagi kaum muslimin terhadap permasalan pasar yang terjadi sekarang ini. Kemudian setelah kita membandingkannya dengan konsep dan mekanisme pasar konvensional, maka kaum muslimin harus bangkit untuk melawan ekonomi kapitalis, dengan mengembalikan segala kegiatan bisnis kita kepada syariat Islam.
        Memang benar bahwa dalam menerapkan pasar Islam sesungguhnya memerlukan usaha yang maksimal, walaupun dinilai tidak mudah dalam mengaplikasikannya sebab akan terbentur oleh beberapa kesulitan didalamnya. Akan tetapi apabila tidak dimulai dengan sedikit-sedikit, maka pasar Islam cenderung tidak akan terlaksana sama sekali. Dan hal ini akan sangat disayangkan, sebab dari mulai pasar lah, aplikasi ekonomi Islam akan berkembang di Negara kita ini. Karena memang segala perubahan itu harus segera dilaksanakan mulai dari hal yang terkecil dan mulai dari sekarang. Agar selalu mendapat berkah dari Allah SWT guna menciptakan kemaslahatan umat Islam pada umumnya.

            
Daftar Pustaka

Karim, Adiwarman, Ekonomi Mikro Islami, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 2008
Manan, M. Abdul, Teori dan Praktek Ekonomi Islam, Yogyakarta, PT. Dana Bhakti Prima Yasa, 1997
Rusydiana Aam Slamet, dkk, Ekonomi Islam Substantif, Bogor, Gaung Persada Press, 2009
http://elhakimi.wordpress.com/2009/12/25/pasar-islam-salman-itb-2/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar