Jumat, 28 September 2012

BUSSINESS PLAN MENCIPTAKAN LEMBAGA ZAKAT, INFAQ, DAN SHODAQOH YANG IDEAL


Pendahuluan
Telah dipahami bahwa ekonomi suatu bangsa akan baik, apabila akhlaq masyarakatnya juga baik. Antara akhlaq dan ekonomi memiliki keterkaitan yang tidak dapat dipisahkan. Dengan demikian, akhlaq yang baik berdampak pada terbangunnya mu’amalah atau kerjasama ekonomi yang baik. Rosulullah tidak hanya diutus untuk menyebarluaskan akhlaq semata, melainkan untuk menyempurnakan akhlaq mulia baik akhlaq dalam berucap; maupun dalam bertingkah laku, sehingga mendekatkan diri kepada Allah SWT dan beriman dengan sebenar-benarnya dapat terwujud. Sebagaimana agama Islam mengandung tiga komponen pokok yang terstruktur dan tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lain, yaitu;
1.   Aqidah atau Iman yang merupakan keyakinan akan adanya Allah dan Rosul yang dipilihNya untuk menyampaikan risalahNya kepada umat melalui malaikat yang dituangkan dalam kitab suci, yang mengajarkan adanya hari akhirat, suasana kehidupan sesudah mati, dsb. Dengan demikian, aqidah akan selalu menuntun perilaku seorang Muslim, agar berbuat baik terhadap sesame, apalagi dalam kegiatan mu’amalah. Aqidah yang tertanam dalam jiwa seseorang akan senantiasa menghadirkan dirinya dalam pengawasan Allah, karena itu perilaku yang tidak dikehendaki Allah akan selalu dihindarkan.
2.   Syari’ah yang merupakan aturan Allah tentang pelaksanaan dari penyerahan diri secara total melalui proses ibadah dalam hubungan dengan sesama makhluq, secara garis besar syari’ah meliputi ibadah dalam arti khusus atau ibadah mahdah dan ibadah dalam arti umum atau mu’amalah atau ibadah grairu mahdah.
3.   Akhlaq yaitu merupakan pelaksanaan ibadah kepada Allah dan bermu’amalah dengan penuh keikhlasan. Tiga komponen ajaran Islam, aqidah, syari’at dan akhlaq ini digambarkan oleh firman Allah SWT dalam QS. Ibrahim Ayat 24-25 yang artinya:
“Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat baik seperti pohon yang baik., akarnya teguh dan cabangnya menjulang ke langit. Pohon itu memberikan buahnya pada tiap musim dengan seizin Tuhannya. Allah membuat perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat”.
Demikian juga dalam menciptakan lembaga Zakat, Infaq dan Shodaqoh diperlukan suatu perencanaan yang matang dan terencana dimana mencakup segala aspek mulai dari aspek manajemen operasional, manajemen pemasaran, manajemen keuangan hingga kepada manajemen sumber daya manusia yang berbobot. Sehingga beberapa aspek tersebut diatas dapat membantu pelaksana lembaga dalam mencapai tujuan yang telah dirumuskan sebelumnya. Sebetulnya tujuan yang telah dirumuskan tidaklah hanya sebagai tujuan dan sasaran yang tertulis rapi terpampang diatas dinding kantor lembaga semata, namun seharusnya dapat berjalan dengan maksimal dan dapat dilihat dan dirasakan hasilnya secara nyata. Akan tetapi program kerja yang telah dibentuk juga tidak akan terlaksana secara maksimal tanpa adanya pengawasan yang intensif dari pihak yang mempunyai wewenang, dalam hal ini penasehat lembagalah yang dapat berperan. Sehingga di dalam operasional lembaga ZISWAF harus mencakup ketiga komponen pokok Islam sebagaimana telah dijelaskan pada paragraf sebelumnya.
1. MANAJEMEN OPERASIONAL
A. Pengertian Manajemen Operasional
Manajemen Operasional adalah usaha pengelolaan secara optimal penggunan faktor  produksi : tenaga kerja, mesin-mesin, peralatan, bahan mentah dan faktor produksi lainnya dalam proses tranformasi menjadi berbagai produk barang dan jasa.
Pengertian lain menyebutkan bahwa Manajemen Operasional adalah Kegiatan untuk menciptakan nilai produk baik berupa barang maupun jasa melalui proses transformasi input menjadi output. Dan berlaku untuk berbagai macam produsen barang seperti elektronik, garmen, otomotif, demikian pula berlaku juga bagi produsen jasa seperti media masa, hiburan, pendidikan, konsultan.
Sebagai manajer operasional dalam lembaga ZISWAF memiliki tugas dan wewenang sebagai berikut;
1.      Bertanggung jawab terhadap operasional lembaga ZISWAF
2.      Membuat laporan kinerja ZISWAF
3.      Menunjuk dan mengangkat pengurus lembaga pemberdayaan ZISWAF.
B. Ruang Lingkup Manajemen Operasional
1. Perancangan atau disain sistem produksi dan operasi
·         Seleksi dan perancangan disain produk Ziswaf
·         Seleksi dan perancangan proses dan peralatan Ziswaf
·         Pemilihan lokasi dan site lembaga dan unit Ziswaf
·         Rancangan tata letak dan arus kerja
·         Rancangan tugas pekerjaan
·         Strategi produksi (ziswaf) dan operasi serta pemilihan kapasitas
2. Pengoperasian sistem produksi dan operasional
·         Penyusunan rencana produk (ziswaf) dan operasional
·         Perencanaan dan pengendalian persediaan dan pengadaan bahan
·         Pemeliharaan mesin dan peralatan
·         Pengendalian mutu
·         Manajemen tenaga kerja (SDM)
C. Pengambilan Keputusan
Dilihat dari kondisi atau keadaan dari keputusan yang harus diambil, ada 4 macam pengambilan keputusan :
1.      Pengambilan keputusan atas peristiwa yang pasti
2.      Pengambilan keputusan atas peristiwa yang mengandung resiko
3.      Pengambilan keputusan atas peristiwa yang tidak pasti
4.      Pengambilan keputusan atas peristiwa yang timbul karena pertentangan dengan keadaan lain.
Beberapa Jenis Pengambilan Keputusan Dalam Manajemen Operasi :
·         Proses : keputusan mengenai proses fisik dan fasilitas yang dipakai
·         Kapasitas : keputusan untuk menghasilkan jumlah, tempat dan waktu yang tepat
·         Persediaan : keputusan persediaan mencakup mengenai apa yang dipesan, berapa banyak, kualitas dan kapan bahan baku dipesan
·         Tenaga kerja : keputusan tenaga kerja mencakup seleksi, recruitment, penggajian, PHK, pelatihan, supervise, kompensasi dan promosi terhadap karyawan, penggunaan tenaga spesialis.
·         Kualitas/mutu : keputusan untuk menentukan mutu barang dan jasa yang dihasilkan, penetapan standar, disain peralatan, karyawan trampil, dan pengawasan produk dan jasa.
D.  PENGELOLAAN DAN PENDAYAGUNAAN ZAKAT
1.      Pengelolaan Zakat
      Dalam pengelolaan zakat ada tiga pihak yaitu: pembayar zakat (muzakki), penerima zakat (mustahik) dan penyalur zakat atau pendistribusi zakat (‘amil/qabith) yang dapat dilakukan oleh pemerintah atau wakil muzakki (pengelola). Al-Qur’an menegaskan bahwa amil sebagai salah satu yang berhak menerima zakat yang tugasnya adalah sebagai pemungut dan pembagi zakat.
      Pengelolaan zakat secara professional memerlukan tenaga yang terampil, menguasai masalah-masalah yang berhubungan dengan zakat seperti: dedikasi yang tinggi, jujur dan amanah, sekaligus memahami manajemen. Di Indonesia pengelolaan zakat seperti yang tercantum dalam Undang-undang Republik Indonesia tentang zakat yang mengelola adalah lembaga amil zakat yang dikukuhkan, dibina, dan dilindungi oleh pemerintah. Hal ini sesuai dengan ajaran Nabi Muhammad SAW hingga masa Khalifah Usman bin Affan, zakat dipungut oleh Negara. Negara adalah suatu badan yang akan lebih menjamin tersalurnya pemberdayaan harta sejalan dengan tujuan solidaritas sosial, sehingga zakat merupakan sektor pendapatan Negara di samping pendapatan yang lainnya.
      Meskipun institusi pengelola zakat yang sepenuhnya dibentuk atas prakarsa masyarakat dan oleh masyarakat, masih mempunyai kelemahan-kelemahan yang bersifat manajerial dalam pengelolaannya, antara lain;
a.       Belum tersusunnya peta kekuatan umat secara terperinci, baik mengenai muzakki, mustahik, sehingga terdapat mustahik yang tidak terperhatikan.
b.      Kurang tercatatnya administrasi secara sistematis, sehingga terkesan seadanya.
c.       Para amil terkadang kurang faham betul akan zakat, baik dari aspek pengumpulan, pengelolaannya, maupun pendistribusiannya.
d.      Masih lemahnya sistem pengelolaannya, meliputi manajemen pengumpulan, pendistribusian ataupun peningkatan produktivitas mustahik hingga menjadi muzakki.
e.       Belum terciptanya jaringan kerja antara lembaga zakat secara integrative untuk menggalang seluruh nusantara.
f.       Penyaluran zakat cenderung konsumtif dan kurang membangkitkan jiwa wirausaha yang mandiri.
      Menurut Yusuf Qardhawi terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh pengelola zakat secara kontemporer, terutama jika ditangani oleh lembaga atau organisasi tertentu seperti:
      Pertama; menggunakan teori ulama bahwa memperluas kewajiban zakat terhadap jenis harta yang wajib dizakati, walaupun hal ini terdapat perbedaan pendapat para ahli.
      Kedua; adanya perasaan khawatir dari pembayar zakat terhadap lembaga zakat yang akan menggantungkan manusia pada harapan yang incidental terhadap zakat.
      Ketiga; manajemen yang bagus dalam pengumpulan dan pendistribusian zakat.
      Sehingga dalam tatanan  pengelolaan ini apabila tidak ditangani oleh ahlinya maka akan mengakibatkan kerusakan.
      Berbicara mengenai masalah pengelolaan, maka tidak lepas dari istilah manajemen. Manajemen berasal dari bahasa latin yaitu “manus” yang berarti tangan; “mano” (bahasa italia) yang berarti tangan. “Manage” (bahasa latin, Italia, dan Perancis) berarti memerintah kuda, mengendalikan kuda. Di Indonesia, pengertian Manajemen (management), pernah diterjemahkan dengan kepemimpinan, ketatalaksanaan, pembinaan, penguasaan, pengurusan, pengelolaan, dan sebagainya.
      Undang-Undang RI tentang “Pengelolaan zakat pada bab I Ketentuan Umum pasal 1 menentukan bahwa: “Pengelolaan zakat adalah kegiatan perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan terhadap pengumpulan dan pendistribusian serta pendayagunaan zakat.” Seirama dengan hal tersebut di dalam buku Masailul Fiqhiyah dinyatakan bahwa “ pengelolaan zakat itu hendaknya dengan manajemen yang modern, meliputi proses perencanaan (planning), pengorganisasian (Organizing), pelaksanaan (executing) dan pengawasan (controlling) yang baik.
a.      Perencanaan
            Di dalam perencanaan ditentukan sesuatu yang ingin dilakukan, yaitu dengan usaha memilih berbagai alternative, strategi, kebijaksanaan serta taktik yang ingin dilaksanakan, prosedur dan program. Dengan adanya berbagai tujuan zakat maka hendaklah diprioritaskan tujuan yang utama, apakah tujuan untuk kepentingan mustahik, muzakki atau kepentingan secara umum. Pada waktu membuat perencanaan untuk melakukan sesuatu maka harus dipertimbangkan taktik, strategi, prosedur dan program apa yang ingin dilakukan begitu juga dengan pertimbangan kebijaksanaan jangan sampai ditinggalkan.
            Perencanaan yang dibuat haruslah bersifat:
1.      Menyumbangkan pada pencapaian tujuan organisasi
2.      Merupakan dasar tolak fungsi manajemen yang lain yaitu organisasi pengarah, koordinasi, dan pengawasan
3.      Merupakan fungsi dari setiap orang yang berada dalam organisasi, baik horizontal maupun vertikal.\
4.      Efisien, artinya jika dilaksanakan, rencana tersebut dapat mencapai tujuan dengan biaya sekecil-kecilnya.
Di dalam perencanaan biasanya meliputi; upaya penetapan apa saja yang harus dilaksanakan, kapan dan bagaimana melaksanakannya. Upaya pembatasan sasaran dan bagaimana mencapainya seefektif mungkin, dan upaya mengakses informasi penting, mencari alternative yang perlu dan menginformasikan rencana yang telah disetujui.
Maka, secara umum dapat dikatakan bahwa perencanaan zakat hendaknya:
1.      Aktivitas adalah berupa pengumpulan informasi disertai pemikiran: apa yang hendak dicapai; mengapa harus dicapai; di mana harus dijalankan, bilamana waktunya; siapa yang menjalankannya dan bagaimana cara menjalankannya.
2.      Membuat pasti segala apa yang dipastikan oleh karena faktor-faktornya ada di tangan
3.      Menentukan dan merumuskan segala apa yang dituntut oleh situasi kondisi dari badan usaha / unit organisasi.
Dalam menyusun perencanaan zakat yang harus diperhatikan adalah:
1.      Tujuan yang jelas, fakta-fakta
2.      Fakta-fakta, yaitu apa yang terdapat sekarang yang merupakan lanjutan dari apa yang telah ditentukan di masa lampau.
3.      Perkiraan hari, kemudian harus ada perkiraan jalan dan arah serta pangkal tolak pikiran.
4.      Serangkaian perbuatan dan aktivitas tertentu yang berhubungan dengan upaya pencapaian tujuan.
Perencanaan zakat pada intinya adalah mengerjakan urusan zakat, dengan mengetahui apa saja yang hendak dicapai baik diselesaikan sendiri maupun oleh orang lain, yang pada setiap waktu selalu mengetahui apa yang harus dituju. Selain itu juga harus diperhatikan kemahiran untuk melakukan sesuatu baik melalui pendidikan maupun pengalaman. Disamping harus memperhatikan:
1.      Faktor manusia: baik dalam pengertian hukum, pelakunya, groupnya, masyarakatnya maupun diri pribadinya sendiri. Manusia dapat jujur tetapi tidak dapat dipercaya janjinya, disamping itu orang dapat jujur dan dapat dipercaya tetapi tidak cocok untuk tugasnya.
2.      Faktor keterbatasan: bahwa manusia tidak dapat meramal keadaan hari yang akan datang, dapat melihat tendensinya tetapi tidak mungkin mengetahui kelanjutannya.
b.      Pengorganisasian
            Pengorganisasian adalah proses menciptakan hubungan-hubungan antara fungsi, personalia dan faktor fisik, agar kegiatan yang harus dilaksanakan disatukan, dan diarahkan pada pencapaian tujuan bersama.
            Organisasi mempunyai fungsi personalia, sarana dan prasarana fisik yang harus dijalin sedemikian rupa untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Pengorganisasian ini meliputi; penyiapan fasilitas dan sumber daya manusia demi penyelesaian kerja yang efektif, mengatur berbagai komponen secara cermat dan pembagian tugas dengan sistem organisasi, memantapkan sistem dan mekanisme kerja secara procedural dan bila perlu dilaksanakan pelatihan. Di dalam pengorganisasian zakat harus diperhatikan juga upaya-upaya untuk motivasi, memasyarakatkan pada berbagai lapisan masyarakat. Sistem organisasi harus juga diperhatikan masalah administrasi, pengaturan personalia baik pimpinan, pelaksana maupun staf yang disesuaikan dengan keahlian yang dimiliki demi lancarnya pengelolaan zakat secara modern.
c.       Pelaksanaan
            Pelaksanaan merupakan suatu usaha yang berhubungan dengan segala sesuatu agar semua dapat dilakukan, serta bekerjanya rencana yang disiapkan. Agar sesuatu berhasil maka perlu dikeluarkan perintah secara baik. Dalam pelaksanaan harus ada bimbingan dan pengarahan yang sifatnya sederhana, mudah difahami, dan hendaklah bersifat konsulatif. Pada saat mengadakan pengarahan hendaknya diberikan materi jadwal anggaran secara detail, mempelopori munculnya kepemimpinan yang berani mengambil keputusan dengan tepat, cepat, dan cermat serta memberi perintah apa yang diperlukan dalam rangka pencapaian tujuan.
d.      Pengawasan
            Pengawasan pada hakikatnya merupakan usaha memberikan petunjuk kepada pelaksana agar mereka selalu benar dalam bertindak dan tidak menyimpang dari rencana yang telah ditentukan. Pengawasan ini diperlukan jika terdapat perubahan yang terjadi di luar atau di dalam organisasi. Sehingga kekompleksan yang ada dalam organisasi dan kesalahan ataupun penyimpangan yang sering terjadi harus terdapat pengawasan didalamnya.
            Dalam pengawasan ini haruslah memenuhi sifat dan kebutuhan dalam kegiatan, jika terjadi penyimpangan hendaklah terdapat laporan secepat mungkin, dan berusaha melakukan perbaikan dengan meminimkan biaya. Bentuk pengawasan harus mudah dimengerti maksud dan tujuannya, dan mudah dilaksanakan sesuai dengan tujuan yang disetujui. Dalam pengawasan hendaklah mengandung hal-hal yang dapat memotovasi pelaksanaan tugas dan perlu adanya pembatasan baik waktu maupun tempat, harus dicermati apakah pekerjaan telah sesuai dengan rencana.
            Pengawasan yang dilakukan pada pelaksanaan zakat adalah segala aktivitas dan tindakan untuk mengamankan rencana dan keputusan yang dibuat dan sedang dilaksanakan serta sedang diselenggarakan. Pengawas adalah orang yang mempunyai tugas sebagai berikut:
1.      Mengawasi pengumpulan zakat, pendayagunaannya sehari-hari dan pelaksanaan proyek pendayagunaan zakat.
2.      Menunjuk akuntan untuk memeriksa pendapatan dan pendayagunaan dana zakat.
3.      Mempertanggungjawabkan dan melaporkan pelaksanaan kerjanya kepada ketua.
Pengawasan sangat perlu dilakukan dalam pengelolaan zakat kepada amil, mustahik ataupun yang terlibat dalam kegiatan pengelolaan zakat tersebut. Pengawasan dilakukan dari awal panitia bekerja sejak persiapan dan selama pelaksanaan sampai berakhirnya tugas dari kepanitiaan. Selain itu perlu juga diadakan pengawasan kepada mustahik apabila terdapat dana yang sifatnya untuk usaha produktif, dan pengawas juga hendaknya melaporkan secara transparan hasil yang didapatnya, apabila terdapat masalah maka bersama-sama mencari solusi pemecahannya.

2. Pendayagunaan Pemanfaatan Zakat
Istilah pendayagunaan zakat sebagaimana yang telah banyak disampaikan oleh para pemerhati zakat, adalah merupakan bentuk usaha sedemikian rupa yang dilakukan oleh para pengelola zakat terhadap dana zakat yang dihimpun dari masyarakat, agar dapat memberikan dampak manfaat secara optimal, lebih berdaya guna bagi para penerimanya dalam membantu mengatasi berbagai problematika hidup yang dihadapi khususnya dalam memenuhi kebutuhan sehari-harinya, sebagaimana yang terkandung dalam maksud dan tujuan diwajibkannya menunaikan zakat bagi kalangan umat muslim.
Usaha peningkatan manfaat zakat agar lebih berdaya guna di kalangan mustahik, merupakan salah satu bentuk optimalisasi fungsi dan tujuan menunaikan ibadah zakat yang dilaksanakan oleh umat Islam, yang mana dalam pelaksanaannya tidak dapat dipisahkan dengan cara pandang masyarakat itu sendiri terhadap makna pelaksanaan ibadah zakat yang selama ini dilakukannya. Pendayagunaan zakat lewat berbagai pembaruan pola penanganannya, hanya mungkin dapat kita lakukan manakala ibadah zakat dalam kehidupan manusia tidak hanya dipandang sebagai bentuk pengabdian diri pada Allah semata, akan tetapi juga adanya bentuk lain, adalah ibadah yang mengandung nilai-nilai sosial dalam kehidupan bermasyarakat. Sebagai ibadah sosial, maka menunaikan zakat perlu selalu adanya kreatifitas dan inovasi (ijtihad) dalam pelaksanaannya, sebagai upaya memenuhi tuntutan perubahan sejalan dengan perubahan kehidupan sosial umat manusia. Dengan cara seperti inilah yang mungkin harus dilakukan manakala zakat sebagai salah satu sumber pembiayaan dalam sistem perekonomian Islam yang mana tidak mau kehilangan fungsinya dalam membantu memecahkan berbagai problem sosial ekonomi yang sedang dihadapi oleh umat manusia karena kurang menyentuh terhadap akar permasalahan.
Tidak selamanya predikat fakir miskin yang melekat pada mustahik mempunyai latar belakang kondisi yang sama dalam mengatasi kesulitan memenuhi kebutuhan hidupnya. Ada yang kesulitan karena berhubungan dengan adanya keterbatasan kondisi fisik yang dialaminya, dan ada yang juga bukan karena kondisi fisik yang tidak memungkinkan, akan tetapi lebih kepada adanya tidak mampuan membaca peluang usaha berkaitan dengan ketrampilan yang dimiliki, atau justru memang pasar tidak mampu menyediakan lapangan kerja untuk mereka. Berbagai perbedaan latar belakang keterbatasan ini membawa juga kepada perbedaan pola pendayagunaan pemanfaatan dana zakat.
Ketidak samaan latar belakang yang melingkupi keterbatasan yang dialami oleh fakir miskin diatas, membawa pikiran kita kepada suatu pemahaman tentang banyaknya ragam problematika yang ada dalam usaha mendayagunakan dana zakat dari para muzakki, serta perlunya pembuatan program-program kegiatan pendayagunaan dengan didasari pada pemahaman karakteristik problem yang ada pada para mustahik sehingga program-program dimaksud dapat mengakomodasi kondisi kesulitan sebenarnya yang dialami oleh para mustahik.
Perlunya kreatifitas dan inovasi pemikiran para amil zakat, yang didasari oleh relitas kondisi permasalahan yang sedang mendera para asnaf penerima zakat yang diketahui lewat adanya penelitian pendahuluan terhadap berbagai aspek pelaksanaan zakat, merupakan langkah penting yang mesti kita lakukan dalam rangka intensifikasi dan ekstensifikasi program kegiatan penyaluran zakat, menuju kepada pemanfaatan yang lebih memiliki daya guna bagi para mustahik. Sebagaimana pendapat Qodri Azizi yang mengatakan: Tidak ada salahnya pendayagunaan harta zakat yang terkumpul, kita libatkan para ahli fiqih dalam menentukan pendistribusiannya, dengan melaksanakan redivinisi kembali terhadap istilah-istilah yang ada dalam asnaf penerima zakat, untuk disesuaikan dengan kondisi perubahan zaman. Serta penggunaannya tidak lagi hanya digunakan untuk hal-hal yang bersifat konsumtif saja, namun ada sebagian yang dikelola untuk hal-hal yang bersifat produktif, disertai dengan adanya perencanaan serta penggunaan fungsi-fungsi manajemen yang lainnya.
Berangkat dari kondisi permasalahan yang sedang dihadapi oleh para mustahik melalui penelitian dan pendataan pendahuluan, diharapkan dapat membantu para amil zakat dalam menerapkan prinsip-prinsip pendayagunaan zakat, berupa ketepatan dalam pendistribusian dan optimalisasi penggunaan manfaat dana zakat oleh mustahik. Terdapat beberapa model kelompok kategori penggunaan dana zakat yang dapat dijadikan acuan usaha pemberdayaan, antara lain;
a.       Bersifat konsumtif tradisional
Zakat yang diberikan kepada yang berhak menerimanya, dan langsung dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
b.      Bersifat konsumtif kreatif
Diberikan bukan berupa barang atau alat produksi, akan tetapi diberikan guna untuk memenuhi kebutuhan primer yang berhubungan dengan pemberdayaan diri manusia, seperti halnya pendidikan, pelatihan, termasuk berbagai jenis ketrampilan.
c.       Bersifat produktif tradisional
Zakat diberikan dalam bentuk barang atau alat produksi, seperti hewan ternak, berbagai peralatan yang digunakan sebagai sarana produksi.
d.      Bersifat produktif kreatif
Pendayagunaan harta zakat yang digunakan sebagai modal pembangunan sarana dan prasarana sosial manusia, seperti masjid, gedung sekolah, atau sebagai modal usaha.

Sebagai contoh, Badan Amil Zakat, Infak, dan Shodaqoh (BAZIS) DKI Jakarta memiliki bentuk rumusan pemberdayaan dana zakat yang nampaknya lebih sederhana sebagai berikut:
a.       Pemberian bantuan
Adalah pemberian sejumlah dana yang dipergunakan untuk kepentingan usaha produktif, antara lain; beasiswa studi, sarana dan prasarana pendidikan, tempat ibadah, modal usaha.
b.      Pemberian santunan
Adalah pemberian sejumlah uang kepada mustahik yang sedang dilanda kesulitan terutama fakir miskin, yang bersifat konsumtif, seperti; untuk memenuhi kebutuhan makan, minum, dan pakaian, biasanya dari kelompok: fakir miskin, mu’allaf, ghorimin, dan ibnu sabil.
c.       Imbalan
Khusus bagi amilin, mereka menerima hak imbalan (balas jasa, kontra prestasi), karena mereka bekerja yaitu mengumpulkan zakat maka wajarlah kepada mereka diberikan imbalan.

Berangkat dari konsep peran amil zakat dalam pengelolaan ibadah zakat, maka tidak dapat dipungkiri keberhasilan pendayagunaan zakat dalam pelaksanaannya pada akhirnya tidak dapat dilepaskan dengan efektifitas keberadaan para amil zakat dalam melibatkan peran dan fungsinya sebagai motor penggerak pengelolaan zakat. Disinilah kualitas kemampuan para amil diuji, sampai sejauh mana kredibilitasnya dalam menyikapi berbagai kondisi yang kurang kondusif terhadap keberhasilan pengelolaan pelaksanaan ibadah zakat untuk dapat merubahnya menjadi tantangan dan peluang yang bermanfaat bagi kepentingan usaha pendayagunaan.
3. Optimalisasi Pendayagunaan Zakat
           Pendayagunaan zakat merupakan proses yang pelaksanaannya tidak berdiri sendiri, namun keberhasilannya memiliki hubungan keterkaitan dan ditunjang oleh unsur-unsur lain yang ada di dalam kegiatan ibadah zakat. Keberhasilan pendayagunaan dana zakat akan optimal ketika ditunjang dengan keberhasilan penggalangan dana, begitu juga sebaliknya keberhasilan pendayagunaan yang ditunjang dengan hasil penggalangan dana yang besar mungkin kurang berarti ketika aspek ketepatan pendistribusian tidak tersentuh.
a.      Pengumpulan / fundraising
           Untuk menjawab berbagai permasalahan zakat yang selalu berkembang khususnya dikalangan wajib zakat, nampaknya diperlukan upaya secara kongkrit adanya usaha menyebar luaskan kembali secara baik terhadap berbagai hal yang menyangkut pelaksanaan ibadah zakat dikalangan masyarakat, lewat pendidikan formal maupun non formal, termasuk melalui berbagai penyuluhan, terutama menyangkut perkembangan dan pelaksanaan zakat secara kontekstual.
           Sedang menurut Sofwan Idris. Perlunya menghidupkan kembali fungsi zakat sebagai suatu yang aktual dalam membantu menyelesaikan masalah sosial ekonomi masyarakat, serta menjadikannya sebagai basis kekuatan ekonomi umat Islam, dipandang perlu adanya usaha penyesuaian kembali pemahaman dan persepsi masyarakat tentang ibadah zakat, dengan menggali nilai-nilai ilmiah dari ajaran zakat dan memperkaya persepsi masyarakat itu dengan dimensi-dimensi baru tentang zakat, sehingga zakat tidak hanya diasosiasikan dengan mengharap pahala di akhirat saja, akan tetapi juga diasosiasikan dengan kepentingan nasib kehidupan umat manusia di bumi. Disinilah kekuatan aktual dari makna pelaksanaan zakat yang sesungguhnya, yang perlu ditanamkan kepada para muzakki.
           Pendayagunaan zakat pada aspek pengumpulan dana tidak berbeda dengan usaha yang berujung pada upaya penggalian potensi dana zakat masyarakat secara maksimal. Nampaknya belumlah cukup jika usaha yang dilakukan hanya menyentuh pada persoalan subyek zakat (muzakki) saja melalui upaya meningkatkan pemahaman mereka akan fungsi dan tujuan yang terkandung dalam zakat serta kesadaran mereka dalam melaksanakannya tanpa menyentuh para obyek zakat (harta/benda yang terkena wajib zakat), terutama pada zakat mal. Subyek dan obyek zakat merupakan indicator penting dalam usaha penggalian dana, sehingga antara keduanya memiliki hubunggan keterkaitan, saling menunjang dan menyempurnakan.
           Pentingnya memperhatikan obyek zakat dalam rangka optimalisasi penggalian dana, sebagaimana pendapat Yusuf Qardhawi dalam bukunya Manajemen Zakat Profesional sebagai berikut: Salah satu syarat keberhasilan zakat khususnya jika dilaksanakan oleh sebuah lembaga adalah menganut teori tentang perluasan kewajiban zakat, dimana teori ini mengatakan bahwa setiap harta yang dapat berkembang menjadi sarana atau sumber zakat, walaupun Nabi tidak pernah mengatakan seperti itu, karena dalam teks Al-Qur’an maupun Hadits tidak didapati, kecuali hanya menyebutkan secara umum saja.
           Perluasan kewajiban zakat merupakan bentuk kongkrit perlunya zakat dalam pelaksanaannya selalu dapat menyesuaikan dengan dinamika perubahan perkembangan yang terjadi di masyarakat, sehingga nilai-nilai yang terkandung dalam ajaran ibadah zakat tidak akan pernah hilang keberadaannya, dan akan selalu tetap dapat menjalankan fungsinya. Adanya pergeseran perkembangan kemajuan kehidupan sektor ekonomi yang berakibat adanya perubahan cara pandang terhadap nilai sesuatu (barang / jasa) yang semula tidak memiliki nilai ekonomi menjadi bernilai ekonomi tinggi melebihi harta sumber zakat secara tekstual, akan menjadi sebuah problem tersendiri ketika teori tentang kewajiban zakat tidak pernah diberlakukan.
           Dari berbagai pendapat tentang usaha mengoptimalkan penggalian dana zakat dari sektor muzakki, paling tidak terdapat dua hal penting untuk diperhatikan. Pertama, menyangkut subyek zakat yang berbentuk berbagai usaha yang berkaitan dengan peningkatan kesadaran, pemberian pemahaman yang benar akan ibadah zakat sesuai dengan fungsi dan tujuannya, serta peran pentingnya bagi kehidupan umat manusia. Kedua, menyangkut obyek zakat, merupakan usaha penggalian terhadap obyek-obyek zakat baru dengan mengacu pada teori tentang perluasan pewajiban zakat, dimana setiap harta di masyarakat yang dapat berkembang menjadi sarana atau sumber zakat.
b.      Penyaluran/pendistribusian
     Seiring dengan perkembangan zaman dan kehidupan, maka kondisi asnaf penerima zakat sekarang belum tentu sama dengan waktu yang akan datang, termasuk juga adanya ketidaksamaan antara daerah satu dengan daerah yang lainnya. Dalam hal ini mengingatkan kita kepada pembahasan masalah asnaf penerima zakat.
     Fenomena perubahan perkembangan kehidupan para asnaf yang demikian itu menuntut lembaga pengelola zakat untuk dapat secara jeli selalu mencermati pergeseran perkembangan kehidupan sosial dengan berbagai aspeknya yang terjadi pada masyarakat secara lebih komprehensip, hal ini diperlukan karena sebagai bahan identifikasi dalam usaha pemaknaan terhadap keberadaan kedelapan asnaf penerima zakat secara aktual. Usaha pemaknaan ini tidak menutup kemungkinan menghasilkan rumusan yang berbeda dengan pemaknaan yang selama ini sudah berjalan manakala keberadaan delapan asnaf penerima zakat kondisinya tidak sama lagi dengan keadaan semula.
Pendapat Imam Ibnu Shaalaf yang mengomentari tentang tidak tetapnya kondisi kelompok asnaf penerima zakat sebagai berikut: bahwa asnaf yang ada sekarang tinggal empat antara lain; fakir, miskin, gharim, dan ibnu sabil. Sedang menurut al-Qadhi Abu Hamid hanya ada dua, yaitu fakir dan miskin. Berkurangnya delapan asnaf menjadi empat atau dua terilustrasikan pada praktek penggunaan zakat untuk pengadaan sarana kepentingan umum di masyarakat, seperti masjid, musholla karena adanya kecenderungan mengkategorikan praktek tersebut  ke dalam sahm fisabilillah. Disisi lain penggunaan zakat untuk maslahah ammah karena dalam rumusan fiqh tertampung dalam sahm al-ghorim, hal ini sejalan dengan pendapat “Sayyid Bakri Syatha” bahwa zakat dapat diberikan kepada siapa saja yang meminjam untuk digunakan membiayai kegiatan secara langsung maupun tidak langsung berhubungan dengan kepentingan umum, seperti membangun masjid, men-tajhiz-kan orang yang sudah meninggal, atau menebus tawanan.
Adanya perbedaan rumusan tentang delapan asnaf selain karena tidak ditemukannya lagi beberapa asnaf sesuai dengan pengertian semula karena kehidupan masyarakat telah mengalami perkembangan, juga disebabkan oleh perbedaan penafsiran para mujtahid dalam menjabarkan rumusan delapan asnaf penerima zakat. Kondisi ini terjadi karena Al-Qur’an (At-Taubah ayat 60) hanya menyebut kelompok-kelompok penerima zakat yang delapan, sehingga perumusan dan pengaturan pembagian lebih lanjut diserahkan pada manusia sesuai dengan ijtihadnya yang disesuaikan dengan perkembangan serta kebutuhan dan kemaslahatan masyarakat.
c.       Manajemen Pengelolaan
Keberadaan manajemen dengan berbagai predikat dan fungsi yang dimilikinya, memiliki kontribusi yang tidak dapat dipisahkan begitu saja dengan keberhasilan pengelolaan zakat terlebih pada usaha di sektor pendayagunaan. Sebagai sebuah sistem, maka manajemen merupakan kerangka kerja yang memiliki banyak komponen, dan sebagai suatu proses maka ia merupakan bentuk rangkaian tahapan kegiatan, sedang manajemen sebagai suatu fungsi merupakan rangkaian dari banyak kegiatan yang disatukan dalam suatu kesatuan tujuan. Penggunaan manajemen disektor pendayagunaan zakat tidak lain adalah pemanfaatan penerapan terhadap ilmu manajemen untuk suatu usaha sedemikian rupa yang diawali dari kegiatan perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan pertanggungjawaban, dengan tujuan agar pengelolaan pendayagunaan zakat dapat memberikan nilai lebih terhadap berbagai aspek yang terkait secara langsung maupun tidak langsung dengan keadaan yang dialami para asnaf zakat, sehingga prinsip produktivitas, ketetapan, kesesuaian dalam pendayagunaan zakat dapat berjalan secara efektif dan professional.
Ada suatu hal yang perlu diperhatikan dalam penerapan manajemen sebagaimana yang telah diterapkan oleh kebanyakan orang dalam sektor ekonomi/bisnis pada usaha pendayagunaan harta zakat, adalah pengalihan tujuan mencari keuntungan yang bersifat materi (profit oriented) menjadi berorientasi pada pelayanan public (public service). Dengan kata lain, penerapan manajemen di sektor pengelolaan pendayagunaan zakat sebagai mana layaknya yang diterapkan pada sektor ekonomi maupun bisnis dengan cara mengubah dari tujuan yang semula mencari keuntungan materi menjadi tujuan pelayanan pada masyarakat.
Keberhasilan penerapan manajemen pemberdayaan harta zakat yang berorientasi pada pelayanan masyarakat pada akhirnya akan mengarah pada bentuk-bentuk sebagai berikut:
1.   Penyajian informasi kepada masyarakat wajib zakat (muzakki) secara jelas dan akurat, tidak sekedar dalam bentuk pertanggungjawaban akan tetapi sampai kepada proses penerimaan, penyaluran serta sebagai bentuk kegiatan penggunaannya.
2.   Tumbuhnya motivasi dan kesadaran yang mengikat dikalangan para muzakki terhadap pelaksanaan ibadah zakat dan ibadah maal lain yang sejenis, serta yang tak kalah penting adalah tumbuhnya kepercayaan kepada para lembaga pengelola zakat, karena dianggap mampu menerima amanah dalam mengelola harta zakat.
3.   Secara politis akan mampu menunjukkan kepada masyarakat lain akan ajaran Islam tentang rasa kepedulian kepada sesama terutama masyarakat yang kurang beruntung lewat potensi yang ada pada ajaran ekonomi Islam yang kita miliki.
4.   Munculnya motivasi yang positif / kepuasan para pengelola zakat karena dapat memberikan kepuasan layanan kepada masyarakat yang berkepentingan terhadap pelaksanaan zakat.
     Untuk menuju pada cita-cita ideal penerapan manajemen pada sektor pengelolaan zakat agar dapat berdaya guna, pada akhirnya memang bukan hal yang mudah mewujudkannya, dibutuhkan kesungguhan, totalitas, kemauan keras dan sikap profesionalisme dalam melaksanakannya, sehingga mampu memberikan dampak positif terhadap berbagai pihak yang memiliki kepentingan dengan pelaksanaan ibadah zakat. Tidak saja hanya pada masyarakat sebagai sasaran utamanya dalam bentuk layanan informasi, akan tetapi terasakan juga manfaatnya oleh para amil zakat sebagai pelaku manajemen dalam bentuk kemudahan melaksanakan tugas utamanya mengelola zakat.
Beberapa hal yang penting untuk diperhatikan dalam rangka mengoptimalkan pendayagunaan zakat sehingga dapat memberikan dampak terhadap keadilan sosial ekonomi dan kesejahteraan para penerimanya, adalah:
1.   Perluasan konsep “harta kena zakat”. Penting untuk dicermati kembali karena munculnya sumber-sumber ekonomi yang memiliki nilai strategis bagi kesejahteraan umat manusia yang melebihi nilai strategisnya harta kena zakat yang ditetapkan pada masa Rosulullah.
2.   Perlunya penetapan “Nisab Minimum Regional” (NMR) berdasarkan pada situasi dan kondisi sosial ekonomi lokal, karena adanya ketidaksamaan nilai harta secara ekonomi pada wilayah satu dengan wilayah yang lainnya.
3.   Usaha memaknai kembali delapan asnaf sebagai penerima zakat secara kontekstual, karena tidak didapati lagi beberapa asnaf sesuai dengan makna semula
4.   Usaha penguatan terhadap posisi amil sebagai ujung tombak dalam pengelolaan zakat. Melalui peningkatan profesionalisme, totalitas dalam pengelolaan serta penghargaan amil sebagai profesi secara professional.
2. MANAJEMEN PEMASARAN DAN KEUANGAN
A.    Pengertian Manajemen Pemasaran
Kotler dan Keller mendefinisikan manajemen pemasaran sebagai seni dan ilmu memilih pasar sasaran dan mendapatkan, menjaga, dan menumbuhkan pelanggan dengan menciptakan , menyerahkan dan mengomunikasikan nilai pelanggan yang unggul. Kotler dan Keller juga menyebutkan bahwa bagian terpenting dari pemasaran bukanlah penjualan. Di mana, penjualan hanyalah bagian kecil dari pemasaran. Untuk memperkuat argumen ini, mereka mengutip pernyataan Peter Ducker sebagai berikut:
“Orang dapat mengasumsikan akan selalu ada kebutuhan penjualan. Tapi, Tujuan pemasaran bukan untuk memperluas penjualan hingga ke mana-mana. Tujuan pemasaran adalah mengetahui dan memahami pelanggan sedemikian rupa, sehingga produk ata jasa itu cocok dengan pelanggan dan selanjutnya menjual dirinya sendiri. Idealnya, pemasaran hendaknya menghasilkan seorang pelanggan yang siap untuk membeli. Semua yang dibutuhkan selanjutnya adalah menyediaka produk atau jasa itu”.
B.     Pengertian Fundraising
Fundraising adalah proses mempengaruhi masyarakat baik perorangan atau lembaga agar menyalurkan dana untuk keperluan sosial atau keagamaan.
a.      Tujuan Fundraising
Tujuan Fundraising bagi organisasi pengelola zakat adalah sebagai berikut:
1.      Menghimpun Dana
2.      Meningkatkan Citra Lembaga
3.      Memperbanyak Donatur
4.      Meningkatkan Kepuasan Donatur
5.      Memperbanyak Relasi Dan Pendukung
b.      Manfaat Fundraising
Adapun manfaat fundraising bagi organisasi pengelola zakat adalah sebagai berikut:
1.      Bertahan Hidup
a)      Setiap lembaga membutuhkan dana untuk membiayai operasional kegiatannya.
b)      Besarnya adalah pada jumlah minimal untuk berlangsungnya operasi lembaga
c)      Tanpa dana, lembaga tidak akan beroperasi atau mati
2.      Pengembangan
a)      Lembaga membutuhkan dana untuk melakukan pengembangan dan memperbesar skala organisasi dan programnya
b)      Dana yang dibutuhkan dari waktu ke waktu dituntut semakin besar
3.      Menghapus ketergantungan
a)      Dana bagi sebuah lembaga penting untuk memperkuat posisi tawar
b)      Semakin besar sebuah lembaga menghimpun dana, maka akan semakin kuat independensi sebuah lembaga terhadap pihak lain
4.      Membangun basis Dukungan
a)      Penggalangan dana selain secara langsung bertujuan meraih dana, juga akan semakin memperbanyak pendukung
b)      Untuk memperbesar dana, berarti juga memperbesar sumber dan orang yang memberi atau menyalurkan dana  
5.      Kelangsungan Lembaga
a)      Lembaga memerlukan dana besar dalam rangka mempersiapkan dirinya agar tetap eksis dalam jangka panjang
b)      Instrumen untuk menjamin kelangsungan dan keberlanjutan sebuah lembaga harus didanai dengan jumlah yang besar
c.       Strategi Fundraising
1.      Komitmen
a)      Visi Fundraising
b)      SWOT
c)      Target
d)     Menemukan Pesaing
e)      Kebijakan Pendukung
2.      Positioning
a)      Modern atau Tradisional
b)      Massal atau Elit
c)      Inovatif & Kreatif atau Konvensional & Konservatif
d)     Terbatas atau Luas
e)      Besar atau Kecil
f)       Amanah atau Tidak Amanah
g)      Bergantung atau Independen
h)      Transparan atau Tertutup
i)        Unik atau Biasa saja
j)        Pelayanan Prima, Biasa atau Mengecewakan
3.      Segmentasi
a)      GEOGRAFIS : Internasional, Nasional, Regional, Lokal, Perusahaan dlsb.
b)      DEMOGRAFIS : Jenis kelamin, Usia, Status Keluarga dlsb.
c)      PSIKOGRAFIS : Status Ekonomi, Pekerjaan, Gaya Hidup, Hobby, dlsb.
4.      Targeting
a)      Siapa sebenarnya Calon donatur kita ?
Penentuan calon donatur dapat dikategorikan sebagaimana berikut:
                                            i.            Usia 25 – 60
                                          ii.            Kesadaran Agama Baik
                                        iii.            Penghasilan Menengah Ke Atas
                                        iv.            Berpendidikan
                                          v.            Tidak Terikat Organisasi Islam Tertentu dlsb.
b)      Bagaimanakah Profil donatur kita ?
Untuk menentukan bagaimana profil donatur kita, maka hendaknya kita membuat sebuah database donatur. Database ini berguna untuk hal-hal berikut ini:
                                            i.            Databese donatur berguna untuk mengetahui isi data tentang individu atau lembaga yang menjadi donatur
                                          ii.            Database ini ini juga berguna untuk mengetahui isi data diri atau lembaga, catatan donasi, dan data lain yang dibutuhkan.
                                        iii.            Database donatur dapat diolah untuk memetakan perilaku donasi sebagi bagian pendukung dari strategi fundraising
                                        iv.            Mendapatkan populasi Prospek Pelanggan (perusahaan/usaha) menurut sektor, aktivitas skala usaha dan wilayah dll.
                                          v.            Menyajikan statistik dasar suatu kegiatan
                                        vi.            Menyusun direktori terpadu Pelanggan dan potensial  Pelanggan
                                      vii.            Mendapatkan informasi dasar tentang berbagai permasalahan usaha menurut sektor, aktivitas, skala usaha dan wilayah.

c)      Bagaimanakah kebiasaan hidup donatur kita?
d)     Dimanakah mereka ada atau bisa kita temui?
5.      Brand
Brand berupa image yang menggambarkan karakter lembaga atau produk lembaga dan menjadi pertimbangan kuat  bagi donatur untuk membuat keputusan menyumbang
6.      Produk
a)      Produk adalah segala sesuatu yang dapat ditawarkan kepada suatu pasar untuk memuaskan kebutuhan konsumen
b)      3 Tingkatan Produk mendasari rekayasa produk (Produk Inti, Produk Nyata dan Produk Tambahan)
c)      Perlu diperhatikan diversifikasi dan positioning produk
Unsur produk dapat ditentukan melalui langkah-langkah berikut ini:
                                            i.            Wahana Penyalur dana
                                          ii.            Wahana Kepedulian Sosial
                                        iii.            Memiliki Inovasi
                                        iv.            Program memiliki keunggulan pemberian manfaat bagi dhuafa
                                          v.            Bentuk dan Kemasan modern
                                        vi.            Pertanggungjawaban jelas
                                      vii.            Citra Lembaga yang bagus

7.      Model Fundraising
8.      Promosi
Contoh-contoh promosi:
a.    Promosi Leaflet:
b.       Promosi Koran
c.       Promosi Standing Banner
9.      Layanan
Layanan yang baik adalah faktor penting bagi keberhasilan fundraising dalam jangka panjang. 
10.  Membangun Tim Fundraising
Langkah-langkah dalam membangun tim fundraising adalah sebagai berikut:
a)      Pastikan mendapatkan orang terbaik untuk tim Fundraising
Penentuan orang terbaik untuk tim fundraising dapat ditentukan dengan salah satu langkah berikut ini. Seperti, menentukan lapis depan fundraising. Lapis depan fundraising hendaknya, melakukan beberapa hal berikut:
                                            i.            Personel di lapisan depan  menyampaikan seluruh citra lembaga
                                          ii.            Kemampuan komunikasi, mental melayani,  dan membantu akan sangat mendukung keberhasilan
                                        iii.            Penuhi juga lapis depan  Tim Fundraing dengan keterampilan mengelola keluhan
b)      Tim yang efektif belum tentu disebabkan banyaknya anggota personal
c)      Penentuan standar ETOS (Energik, Terampil, Optimis, dan Santun)
11.   Biaya
a)      Tak ada patokan besar biaya fundraising dibanding dengan target yang dihimpun
b)      Tetapkan kebijakan anggaran Fundraising yang sesuai
c)      Pada suatu saat Donatur akan memilih lembaga yang paling efisien untuk  menyalurkan donasinya
12.  Mensiasati media
a)      Manfaatkan kolom murah atau Public Service Advertising sebagai media komunikasi
b)      Kerjasama dengan media TV dan Radio dengan memanfaatkan tema dan narasumber yang kita miliki
c)      Publisitas kadang jauh lebih baik dari pada Iklan

13.  Kreatif Vs Menjiplak
a)Carilah hikmah dan inspirasi dari seluruh aktifitas sekecil apapun.
b)      Ubahlah setiap hikmah menjadi produk baru, jangan jadi Me Too.
c)Jadilah kreatif dengan mengubah tiruan melalui proses pengabungan, pembalikan, penghilangan, pembesar-besaran, pengubahan Urutan

14.  Teknik Fundraising
a)      Melihat Masalah-Masalah Umat
b)      Formulasi Program Pemberdayaan atau Pemanfaatan Dana
c)      Formulasi Metode & Strategi Fundraising
d)     Penyusunan Proposal Program
e)      Sosialisasi dan Promosi Program
f)       Proses Pelayanan & Penghimpunan Dana
g)      Publikasi Donatur dan Donasi
h)      Laporan Pemanfaatan Dana
i)        Evaluasi Program

15.  Alat-alat Fundraising
Alat-alat fundraising dapat berupa sebagai berikut:
a)      Proposal
b)      Direct Mail
c)      Brosur
d)     Pamflet
e)      Spanduk
f)       Balliho
g)      News Letter
h)      Iklan Media Cetak, dll

16.  Alat-alat pendukung Fundraising
Alat-alat pendukung Fundraising dapat berupa sebagai berikut:
a)      Hunting Prospek:
a.       Internet;
b.      Yellow Pages;
c.       Direktori;
d.      Koran;
e.       Majalah.
b)      Memaksimalkan segala fasilitas seperti:
a.       Telp/fax;
b.      E-mail;
c.       Sms Broadcast.
c)      Sebar Informasi via brosur di:
a.       Pusat keramaian;
b.      Door to door;
c.       Muslim Perkantoran, dll.
3. MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA
A. Pengertian Sumber Daya Manusia
      Berikut diketengahkan tiga pengertian sumber daya manusia, antara lain;
a.       Sumber Daya Manusia (SDM) adalah manusia yang bekerja di lingkungan suatu organisasi (disebut juga personil, tenaga kerja, pekerja atau karyawan)
b.      Sumber Daya Manusia adalah potensi manusiawi sebagai penggerak organisasi dalam mewujudkan eksistensinya.
c.       Sumber Daya Manusia (SDM) adalah potensi yang merupakan asset dan berfungsi sebagai modal (non material/non finansial) di dalam organisasi bisnis, yang dapat diwujudkan menjadi potensi nyata (real) secara fisik dan non-fisik dalam mewujudkan eksistensi organisasi. (Hadari: 1997: 40)
B. Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia
      Berdasarkan kedua pengertian tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa Manajemen Sumber Daya Manusia adalah proses mendayagunakan manusia sebagai tenaga kerja secara manusiawi, agar potensi fisik dan psikis yang dimilikinya berfungsi maksimal bagi pencapaian tujuan organisasi (perusahaan)
      Dalam pengertian lain dapat disimpulkan bahwa Manajemen SDM adalah pengelolaan individu-individu yang bekerja dalam organisasi berupa hubungan antara pekerjaan dengan pekerja (employer dan employee), terutama untuk menciptakan pemanfaatan individu-individu secara produktif sebagai usaha mencapai tujuan organisasi dan dalam rangka perwujudan kepuasan kebutuhan individu-individu tersebut. (Hadari: 1997: 42)
C.    Manajemen Sumber Daya Manusia Strategis
Telah dikemukakan bahwa teknik-teknik atau aktivitas-aktivitas yang berkaitan dengan sumber daya manusia (recruitment dan seleksi, manajemen prestasi, manajemen reward, pelatihan dan pengembangan), dapat dihubungkan dengan strategi perusahaan pada tiga tingkat organisasi yang berbeda, antara lain;
1.      Strategis, pada level ini perhatian difokuskan pada pertemuan antara organisasi dan lingkungan eksternal. Perhatian utamanya adalah organisasi sebagai entitas total. Ada hal-hal yang berkaitan dengan masalah jangka panjang, meskipun prestasi jangka pendek tidak dikesampingkan. Direktur personalia atau sumber daya manusia diharapkan untuk melaksanakan peran sebagai anggota tim manajemen puncak dan aktifitas-aktifitas berikut ini yang sekiranya dapat dilakukan pada level ini:
a.       Perencanaan suksesi – ditujukan untuk menyediakan generasi manajer masa datang.
b.      Perencanaan sumber daya manusia  - meletakkan pondasi untuk meramalkan kuantitas dan tipe staff yang dibutuhkan pada masa datang.
c.       Manajemen prestasi – menentukan tipe sistem evaluasi prestasi yang mungkin paling cocok bagi organisasi dan mampu untuk memproduksi hasil terbaik.
d.      Manajemen reward – menentukan sistem pemberian reward yang mungkin efektif dimasa mendatang, dan mengidentifikasi tipe pemberian reward yang seharusnya dihubungkan dengan pencapaian sasaran bisnis jangka panjang.
e.       Pelatihan dan pengembangan – menguraikan rencana pengembangan umum untuk memelihara kekuatan kerja di masa yang akan datang.

2.      Manajerial
Dalam tahap ini, satu tahap diturunkan dari puncak, tekanannya adalah penyaringan kebijakan, praktek dan sistem sumber daya manusia. Perencanaan dan kebijakan jangka panjang sumber daya manusia diterjemahkan ke dalam sistem khusus, misalnya desain proses recruitment dan seleksi, atau paket pemberian reward. Aktivitas pada tahap ini ditetapkan berdasarkan batas-batas yang ditentukan dari level strategis.
3.      Operasional
Tahap operasional merupakan level supervisor dan pelaksana untuk terlibat langsung dalam proses produksi barang atau jasa. Di sini sistem SDM diaplikasikan.
Dalam manajemen sumber daya manusia, diharapkan seorang employee tidak ahli dalam bidang bisnis saja, tetapi employee tersebut mampu disebut sebagai “Employee Champion” dalam konteks karyawan yang dapat memberi kontribusi terhadap organisasi atau perusahaan. Sehingga employee dapat menjadi “Agen of Changes” (agen perubahan) dimana seorang employee mampu untuk menularkan virus IQ, EQ, SQ, AQ  baik terhadap employee yang lainnya maupun terhadap perusahaan dimana mereka bekerja.
Maka untuk menjadi Agent of Changes hendaknya memenuhi kriteria sebagai berikut:
1.      Mempunyai kemampuan untuk mengimplementasikan perubahan yang strategis, baik IQ,EQ, maupun AQ.
2.      Mempunyai kemampuan untuk mengembangkan organisasional learning dan teamwork, yang didasari oleh  ketiga aspek, antara lain; keikhlasan, suka rela, dan kepedulian.
3.      Mempunyai kemampuan untuk menciptakan suatu kepekaan (sense of urgency)
4.      Mempunyai kemampuan untuk berfikir konseptual
5.      Mempunyai kemampuan untuk mempunyai sense of purpose (sistem fokus dan nilai)
Islam pun telah mengajarkan pada kita umat Muslim agar tidak menggunakan sesuatu apa pun juga untuk kebutuhan konsumsi sekalipun secara berlebih-lebihan. Karena sesuatu yang berlebihan akan mengakibatkan kemubadziran. Dan kemubadziran adalah merupakan teman syeitan. “Inna-l-mubadziriina kaanuu ikhwaanu syayaathiin”. Begitu juga dengan penggunaan sumber daya oleh lembaga, dimana lembaga tidak boleh mempergunakan sumberdaya secara berlebih-lebihan. Baik sumber daya alam maupun sumber daya manusia sekalipun. Untuk itu lembaga Ziswaf harus pandai-pandai membaca situasi dalam kemanajerialannya. Sehingga perusahaan dapat mengambil langkah sebijaksana mungkin bila diketahui adanya kekurangan ataupun kelebihan sumber daya manusia khususnya. Apabila lembaga Ziswaf mengalami kekurangan sumber daya manusia dapat diambil langkah sebagai berikut:
·         Recruitment
·         Selection
·         Orientation
·         Training and Development
·         Performance
·         Compensation
·         Promotion
·         Transfer
·         Demotion
·         Maintenance
·         Separation
   Sedangkan apabila perusahaan (lembaga ziswaf) mengalami kelebihan sumber daya manusia, maka dapat melakukan langkah-langkah sebagai berikut:
·         Restricted Hiring
·         Pensiun dini
·         Reduce hours (menekan jam kerja dengan adanya waktu kerja bergilir)
·         Lay off  (Dirumahkan sementara )
·         Out placement (ditempatkan di tempat kerja lain)